Welcome

;

Jumat, 24 Oktober 2008

Shalat yang Tak Shalat

Suatu ketika, Rasulullah Saw ditanya oleh seorang laki-laki, ''Wahai Rasulullah, apa yang seharusnya kami lakukan dan apa yang harus kami jauhi dari masalah aurat?'' Mendengar pertanyaan ini, Rasulullah Saw kemudian menjawab, ''Peliharalah auratmu kecuali kepada kepada istri-istrimu dan para budak yang ada dalam penguasaanmu.'' Lelaki itu bertanya lagi, ''Lalu bagaimanakah jika antara dua orang laki-laki?'' Rasulullah menjawab, ''Kalau engkau mampu untuk tidak melihatnya (melihat auratnya) maka lakukakanlah.''

Laki-laki itu bertanya lagi, ''Lalu kalau ia dalam keadaan sendiri?'' Untuk yang terakhir kalinya Rasulullah menjawab, ''Kalau demikian, maka Allah lebih berhak untuk dimalui (HR Tirmizi).

Dalam dialog itu, kita dapat mengambil beberapa hikmah yang coba disampaikan oleh Rasulullah Saw dalam kaitannya dengan usaha atau upaya menjaga aurat agar jangan sampai aurat itu diumbar seenaknya di depan khalayak ramai dengan berbagai dalih apa pun jua.

Pertama, menjaga aurat manusia adalah suatu hal yang mesti, karena ia sangat berkaitan dengan aib atau cela manusia. Menurut asal katanya, aurat berarti cela atau aib ataupun kekurangan pada diri manusia yang seharusnya dijaga dan disembunyikan agar tidak sampai terlihat oleh orang lain yang dikhawatirkan akan menimbulkan hal-hal negatif dalam kehidupan sosialnya. Karena, terkadang segala bentuk kejahatan itu bersumber dari aurat manusia yang diumbar tak terkendali. Kita banyak mendengar ataupun membaca di berbagai media massa kasus-kasus perkosaan, misalnya, berawal dari melihat aurat orang lain sehingga membangkitkan nafsu bejatnya. Ataupun, segala bentuk tarian erotis yang mengundang atau mengarah pada hal-hal negatif, atau minimal menjadi fantasi yang suatu saat ingin dilampiaskan pada orang lain. Karenanya, segala bentuk pornografi dalam bentuk pengumbaran aurat itulah sesungguhnya menjadi salah satu biang kerok yang pada akhirnya akan membawa manusia pada berbagai tindak kejahatan.

Kedua, bahwasanya aurat itu hanya diperuntukkan atau diperbolehkan untuk diperlihatkan kepada para istri atau suaminya. Ini menunjukkan bahwasannya kerukunan rumah tangga akan terwujud jikalau di antara anggota keluarga mampu memelihara auratnya sebaik mungkin, jangan sampai aurat itu diperlihatkan pada keluarga lain, karena bisa jadi itu akan menimbulkan fitnah di antara mereka.

Ketiga, Rasulullah Saw sangat perhatian terhadap hal-hal yang dalam pandangan manusia dianggap remeh, namun itu sesungguhnya besar. Seperti masalah aurat, meskipun tampak remeh, namun ia memiliki akibat yang luar biasa besarnya kalau ditunjukkan secara bebas pada manusia lain, yang memiliki keimanan yang tidak sama.

Karenanya, sebagai tindakan antisipatif, Rasulullah Saw jauh-jauh hari sudah memperingatkan manusia untuk menjaga auratnya masing-masing. Betapa pentingnya menjaga aurat, sampai-sampai sekiranya seseorang itu dalam keadaan sendirian, tidak ada yang melihatnya ataupun memperhatikannya, maka sesungguhnya pada waktu itu Allah SWT melihatnya.

Inilah pesan yang ingin disampaikan oleh Rasulullah Saw kepada seluruh umat manusia, untuk berperilaku dan berbuat dalam kehidupan sosialnya sebagai manusia yang bermoral, bukan manusia yang berperilaku hewan, yang tidak mengenal sama sekali apa itu adab, apa itu moral, yang dipikirkan hanya bagaimana untuk makan dan kejayaan walaupun itu ditempuh dengan cara-cara yang amoral